Jumat, 27 September 2019

Selamat jalan Abak

Sudah 9 hari berlalu sejak kepergian kakek untuk selama-lamanya. Kami biasa memanggil beliau "Abak". Abak adalah suami dari adik nenekku. Beliau meninggal setelah 10 hari sempat dirawat di rumah sakit akibat kebakaran naas itu. Ya, kejadiannya terjadi begitu cepat. Sore itu abak hanya tinggal berdua dengan cucunya "Jihan" di rumah. Ibu jihan saat itu masih berada di pasar, dan Annisa (kakak Jihan) sedang mengerjakan tugas kuliah di rumah temannya. Sedangkan Tante Rina (anak abak) berada di rumah sebelah. Sore itu Jihan bermaksud untuk memasak telur dadar dengan menggunakan kompor minyak yang ada di rumah. Entah kesalahan apa yang terjadi tiba-tiba kompor itu terbakar. Api membesar. Jihan pun menjerit. Abak yang melihat itu langsung panik dan secara reflek langsung mengambil air dan menyiramkannya ke kompor, namun justru itu adalah hal yang tidak boleh dilakukan, karena seketika kompor langsung meledak dan membakar tubuh Abak. Abak berlari dengan api menyala di tubuhnya. Jihan menangis dan berusaha memadamkan api dengan memukul-mukulkan kain ke tubuh Abak. Tante Rina yang sempat mendengar ledakan, bersama suaminya langsung menuju rumah Abak dan memadamkan api. Malam itu juga Abak langsung di bawa ke rumah sakit. Abak meninggal setelah 10 hari dirawat. Tante Rina terlihat sangat trauma, karena beliaulah yang melihat langsung bagaimana api membakar tubuh Abak saat itu. Seringkali beliau jatuh pingsan selama Abak dirawat di rumah sakit. Tante Ita, anak Abak yang lain yang juga merupakan ibu dari Jihan pun akhirnya juga jatuh sakit karena melihat keadaan Abak yang sangat memprihatinkan. Di hari meninggalnya Abak, Jihan menangis sejadi-jadinya. Membuat semua orang-orang yang hadir di rumah duka pun tak dapat menahan air mata. Aku tidak bisa membayangkan apa yang dirasakannya. Anak sekecil itu tentu mangalami trauma yang akan selalu membekas sepanjang hidupnya. Sebelum Abak meninggal beliau sempat berpesan, "ijan berang-berangan si Jihan, nyo ndak salah do. Alah nasib abak mode iko. Mujua abak nan kanai, abak lah gaek. Kalau si Jihan yang kanai nyo ketek baru, ibo wak cacat nyo beko". "Jangan marahin Jihan. Dia nggak salah. Mungkin udah nasib abak kayak gini. Masih untung abak yang kena, abak udah tua. Kalau Jihan yang kena kasihan dia masih kecil. Nanti dia bisa cacat". Selamat jalan abak. Semoga engkau tenang disana. Sudah tidak merasakan sakit lagi. Semoga diterima segala amal ibadahmu dan diampuni segala dosa. Aamiin...

Kamis, 19 September 2019

Tidak Semua Hal Bisa Dijadikan Candaan, Apalagi Kematian

Kematian bukanlah sesuatu yang patut untuk dijadikan lelucon, tetapi masih banyak orang yang menjadikannya lelucon. Seperti misalnya, ketika salah satu temanmu izin tak masuk kerja karena salah satu anggota keluarga atau kerabatnya meninggal dunia, kemudian keesokan harinya ketika dia kembali masuk kerja kamu dengan santainya berkata "eh lu udah masuk lagi yak?! Bukannya kemaren lu meninggal? Gak jadi ya meninggalnya?" Siapapun tidak ada yang menginginkan musibah terjadi. Namun, jika memang musibah kematian itu melanda seseorang ataupun keluarga / kerabatnya, jangan sesekali menjadikannya bahan lawakan karena akan melukai perasaan mereka yang mengalaminya. Apalagi jika kerabatnya tersebut meninggal dengan jalan yang sangat memilukan, seperti kecelakaan ataupun kebakaran misalnya. "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam." (Muttafaq 'alaih: Al-Bukhari, no.6018; Muslim, no. 47). Imam Asy-Syafi'i menjelaskan, jika engkau hendak berkata maka berfikirlah terlebih dahulu, jika yang nampak adalah kebaikan maka ucapkanlah perkataan tersebut, namun jika yang nampak adalah keburukan atau bahkan engkau ragu-ragu maka tahanlah dirimu (dari mengucapkan perkataan tersebut). Bagi seorang mukmin, berfikir sebelum berkata dan bertindak adalah hal yang mesti dilakukan sebagai bentuk kehati-hatian. Apa yang keluar dari lisan adalah cermin utuh keadaan hatinya. Dari sana bisa terbingkai pula kualitas akhlak yang dipunyai. Lisan dan seluruh anggota badan adalah karunia Allah yang patut disyukuri. Tentu saja dengan cara menggunakannya untuk hal yang bermanfaat. Bukan sebaliknya membuat Allah murka atau menjadi pemecah ukhuwah sesama muslim. Semoga Allah mengampuni segala kekhilafan dan kita dapat belajar menjadi muslim yang lebih baik dari hari ke hari. Aamiin..

Senin, 09 September 2019

Betapa Buruk Gajah Diperlakukan di India

Dari dulu aku emang paling gak respect sama negara yang namanya India. Negaranya kumuh, jorok, banyak pelecehan seksual, tingkat kriminalitas sangat tinggi (terutama untuk perempuan), orang-orangnya yang aneh. Dan setelah melihat foto ini semakin menambah rasa tidak suka aku sama negara ini. Betapa buruknya gajah diperlakukan di India. Ini adalah foto gajah-gajah yang terbakar. Aku nemuin foto ini di instagram @karmagawa. Foto ini menunjukkan orang-orang melemparkan bom untuk mengusir mereka jauh dari pemukiman manusia yang ada di sekitar. Panas dari api menyakiti kulit halus mereka. Terlihat dua ekor (ibu dan anak) gajah mencoba untuk melarikan diri dari orang-orang. Di belakang si ibu, bayi gajah berteriak dalam kebingungan, ketakutan dan kesakitan karena api membakar kakinya. Sungguh sebenarnya bagaimana cara kita memperlakukan hewan, turut menunjukkan seberapa baik nilai kita sebagai manusia.